Pelaksanaan penyembelihan hewan kurban adalah
sejak terbitnya matahari pada Yaumun Nahr (10 Dzulhijjah, penj) dan telah
berlalu terbitnya dengan kadar shalat dua raka’at serta dua khutbah yang ringan,
atau setelah masuk waktu shalat ‘Dluha dengan kadar shalat dua raka’at beserta
khutbahnya yang sedang (ringan). Hal ini berdasarkan riwayat dari Al Barra’ bin
‘Asib radliyallahu ‘anh, ia berkata :
“Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam
berkhutbah kepada kami pada yaumun Nahr (hari raya qurban) setelah shaalt,
beliau bersabda: “Barangsiapa yang shalat seumpama kami shalat dan
menyembelih seumpama kami menyembelih (yaitu setelah shalat), maka sungguh ia
telah benar, dan barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat maka itu daging
kambing biasa (bukan qurban)”. (HR. Al Bukhari)
Oleh karena itu menyembelih qurban sebelum
shalat ‘Ied itu tidak mencukupi, tidak sah, tanpa ada perselisihan diantara
ulama.
Adapun berakhirnya, Imam An-Nawawi
rahimahullah berkata: “Nas-nas Imam al-Syafi’i beserta ashhab sepakat bahwa
waktu qurban berakhir ketika terbenam matahari pada hari ketiga dari hari
Tasyriq (13 Dzulhijjah), dan ulama sepakat bahwa boleh menyembelih hewan qurban
pada waktu-waktu tersebut (10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, pen), baik malam hari
maupun siang hari, akan tetapi bagi kami (Syafi’iyah) hukumnya makruh
menyembelih hewan pada malam hari pada selain Udlhiyyah, dan pada Udlhiyyah
(sembelih qurban) maka lebih makruh”.
Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam
bersabda :
“Semua hari-hari Tasyriq adalah (waktu)
menyembelih qurban” (HR. Ad-Daruquthni dan Al
Baihaqi didalam As-Sunanul Kubro)